Sunday, May 21, 2017

Meyakini Kitab Allah Mencintai Al-Quran Lanjutan Ke 3

3. Kitab Allah Sebagai Petunjuk bagi Manusia

Kitab-kitab yang diturunkan Allah kepada manusia melalui para utusan- Nya dimaksudkan agar dijadikan petunjuk bahwa keberadaan manusia di muka bumi. Karena manusia diciptakan oleh Allah,
maka hanya kepada-Nya manusia menyembah.

Allah menciptakan manusia dengan penciptaan yang sempurna. Manusia diberi akal, hati nurani, dan nafsu. Hal ini dimaksudkan agar manusia bisa menjadi khalifah di muka bumi sebagaimana tujuan diciptakannya. Berkaita dengan hal ini, manusia diberi petunjuk dan pedoman bagaimana harus menjalani kehidupannya di dunia.

Allah memberikan pedoman yang berisi hal-hal baik yang harus dilakukan dan meninggalkan hal-hal buruk atau tercela. Pedoman dan aturan ini tidak dimaksudkan untuk mengekang manusia, justru sebaliknya dimaksudkan agar kebahagiaan manusia di dunia ini menjadi sempurna. Kesempurnaan kebahagiaan yang dimaksud adalah manusia dapat merasakan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.

4. Al-Qur’an Sebagai Kitab Suci Umat Islam

Al-Qur’an merupakan kitab suci dari Allah yang terjamin kemurniannya. Maksudnya, sejak awal diturunkan sampai sekarang bacaan al-Qur’an dan isinya tidak mengalami perubahan, baik penambahan maupun pengurangan. Sedangkan kitab-kitab sebelumnya yang ada sekarang sudah tidak murni lagi.

Allah telah menjamin kemurnian al-Qur’an ini sebagaimana tertuang dalam firman-Nya :

Artinya: “Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan al-Qur’an dan pasti Kami (pula) yang memeliharanya “. (Q.S. al-Hijr/15 : 9).

Al-Qur’an tidak hanya terjaga secara tertulis dalam mushaf seperti yang kamu lihat sehari-hari. Al Qur’an juga terjaga dalam hati dan pikiran para penghafal al-Qur’an yang jumlahnya jutaan.

Dalam sejarah tercatat bahwa al- Qur’an tidak diturunkan sekaligus kepada Rasulullah saw. Seluruh ayatayat al-Qur’an diturunkan secara bertahap, sedikit demi sedikit dan berangsur-angsur dalam kurun waktu 22 tahun 2 bulan 22 hari atau + 23 tahun.

Jumlah surat dalam al-Qur’an sebanyak 114 surat. Sedangkan ditinjau dari masa turunnya, ada yang diturunkan sebelum hijrah ke Madinah dinamakan surah Makiyyah dan ada diturunkan setelah hijrah ke Madinah yang disebut surah Madaniyyah.

Umat Islam yang menjadikan al-Qur’an sebagai pedoman dalam kehidupan sehari-hari sudah tentu akan menjadikan hidupnya terarah dan selamat sampai tujuan hidup yang sebenarnya, yakni bahagia di dunia dan bahagia di akhirat. Sebagai umat Islam, kita harus mencintai al-Qur’an dan bertekad untuk menjaga serta mengamalkan isinya. Perhatikan kisah seorang penulis cerpen dan dan para mahasiswa berikut ini :

sedang membaca Al-Qur’an. Penulis Cerpen dan Mahasiswa
Penulis cerpen itu berkata, “Saya tidak habis pikir, mengapa orang-orang Islam sangat emosional ketika mengetahui al-Qur’an dibakar dan dihina oleh orang lain. Bukankah yang dibakar itu hanya kertas, sedangkan sejatinya al-Qur’an itu masih murni tak terjamah dan tersimpan di al-Lauh al Mahfuz?”Suasana menjadi hening, sang penulis pun lalu memamerkan salah satu cerpen karyanya. Seketika itu ada salah seorang mahasiswa menghampirinya, dia berkata, “Pak, bolehkah saya pinjam buku kumpulan cerpennya,” Penulis itu menjawab, “Tentu saja, bahkan ini adalah buku kumpulan cerpen paling bagus yang pernah saya buat.”

Setelah menerima buku tersebut, lalu mahasiswa itu merobek beberapa halaman. Dengan emosional penulis itu berkata, “Lho, saya pinjamkan buku ini untuk kamu baca, mengapa malah kamu robek? Anda sudah memancing emosi saya?”

Sambil tersenyum mahasiswa itu menjawab, “Bukannya ini hanya sekedar kertas, Pak. Sejatinya isi cerpen itu kan ada di benak dan pikiran Bapak. Mengapa Bapak juga emosional? Tahukah Bapak kalau al-Qur’an juga dipinjamkan Allah kepada manusia untuk dibaca, bukan untuk dibakar-bakar” Penulis cerpen itu tersenyum, lalu meminta maaf atas kekeliruan yang dikatakannya tadi.
Sumber: Muhammad Akhsan

5. Perbedaan Kitab dengan Suhuf

Wahyu-wahyu Allah yang diterima oleh para rasul dalam perkembangannya ada yang dibukukan berbentuk kitab dan ada yang tidak dibukukan atau berbentuk suhuf yaitu lembaran-lembaran terpisah. Namun, keduanya samasama berisi firman Allah yang diberikan kepada para Nabi dan Rasul. Keterangan yang menyatakan bahwa suhuf itu benar adanya adalah firman
Allah berikut ini : 

Artinya :“Sesungguhnya ini terdapat dalam kitab-kitab yang dahulu, (yaitu) kitab-kitab Ibrahim dan Musa.” (Q.S. al-A’la/87 : 18 – 19 ).

Secara rinci para Nabi dan Rasul yang menerima Suhuf dari Allah adalah :
a. Nabi Idris menerima sebanyak 30 suhuf.
b. Nabi Syis menerima sejumlah 50 suhuf.
c. Nabi Ibrahim menerima 10 suhuf.
d. Nabi Musa menerima 10 suhuf.

Antara kitab dan suhuf mempunyai persamaan dan juga perbedaan. Persamaannya adalah keduanya sama-sama firman Allah yang diturunkan kepada para rasul-Nya. 
Adapun perbedaan antara kitab dan suhuf antara lain :
a. Isi kitab lebih lengkap daripada isi suhuf.
b. Bentuk dari kitab sudah dibukukan, sedangkan suhuf masih berbentuk lembaran-lembaran yang terpisah.
c. Kitab biasanya berlaku lebih lama daripada suhuf.
6. Hikmah Beriman kepada Kitab Allah

Allah menurunkan kitab-kitab-Nya di dunia ini dengan cara diwahyukan kepada Rasul-Nya. Tentunya hal ini dapat memberikan hikmah atau manfaat bagi kehidupan manusia dan makhluk Allah di alam semesta ini. Manusia yang mengaku beriman harus berusaha mengambil hikmah dari kitab kitab Allah tanpa meragukannya. Adapun hikmah yang dapat diambil dari adanya kitab-kitab Allah sebagai berikut:
a. Memberikan petunjuk kepada manusia mana yang benar dan mana yang salah.
b. Pedoman agar manusia tidak berselisih dalam menentukan kebenaran.
c. Memberikan informasi sejarah kehidupan orang-orang terdahulu. Hal ini bisa menjadi pelajaran hidup yang berharga bagi umat manusia saat ini.
d. Manusia menjadi tahu betapa besarnya perhatian dan kasih sayang Allah kepada para hamba dan makhluk-Nya.
e. Manusia yang beriman akan dapat mengetahui dan membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, karena di dalam kitab dijelaskan tentang perilaku yang baik dan buruk.
f. Mensyukuri segala anugerah dan nikmat Allah, termasuk pemberian petunjuk yang benar melalui kitab-kitab-Nya.
g. Hati manusia menjadi lebih tenteram dan menambah ilmu pengetahuan.
h. Memiliki sikap toleransi yang tinggi karena kitab-kitab Allah memberikan penjelasan tentang penanaman sikap toleransi, selalu menghormati, dan menghargai orang lain bahkan pemeluk agama lain.
i. Meningkatkan kesabaran dalam menerima cobaan, ujian, dan musibah, serta selalu bersyukur atas nikmat dan anugerah yang diberikan oleh Allah Swt.

Kisah Luqman al-Hakim dan Anaknya Pergi ke Pasar

Luqman al-Hakim adalah orang yang disebut di dalam al-Qur’an surah Luqman. Beliau terkenal karena nasihat-nasihatnya kepada anaknya. Nama panjangnya ialah Luqman bin Unaqa’ bin Sadun. Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa beliau merupakan pria bertubuh tidak tinggi dan berhidung mancung dari daerah Nubah (suatu daerah yang posisinya di sebelah utara Sudan dan di sebelah selatan Mesir). Ada pula yang berpendapat bahwa beliau berasal dari Sudan, dan ada pula yang menerangkan bahwa Luqman adalah seorang hakim di zaman Nabi Daud a.s.

Dalam sebuah riwayat dikisahkan bahwa pada suatu hari Luqman al-Hakim bersama anaknya pergi ke pasar dengan menaiki seekor himar (keledai). Ketika itu Luqman naik di punggung himar sementara anaknya megikuti di belakangnya dengan berjalan kaki. Melihat tingkah laku Luqman itu, ada orang yang berkata, “Lihat itu orang tua yang tidak merasa kasihan kepada anaknya, dia enak enak naik himar sementara anaknya disuruh berjalan kaki.” Setelah mendengarkan gunjingan orang-orang, maka Luqman pun turun dari himarnya itu lalu anaknya diletakkan di atas himar tersebut.

Melihat yang demikian, maka orang di pasar itu berkata pula, “Hai, kalian lihat itu ada anak yang kurang ajar. Orang tuanya disuruh berjalan kaki, sedangkan dia enak-enaknya menaiki himar.”
Ilustrasi animasi Lukman al-hakim


Setelah mendengar kata-kata itu, Luqman pun terus naik ke atas punggung himar itu bersamasama dengan anaknya. Kemudian orang-orang juga ribut menggunjing, “Hai teman-teman, lihat itu ada dua orang menaiki seekor himar. Kelihatannya himar itu sangat tersiksa, kasihan ya.” Oleh karena tidak suka mendengar gunjingan orang-orang, maka Luqman dan anaknya turun dari himar itu, kemudian terdengar lagi suara orang berkata, “Hai, lihat itu. Ada dua orang berjalan kaki, sedangkan himar itu tidak dikenderai. Untuk apa mereka bawa himar kalau akhirnya tidak dinaiki juga.”

Ketika Luqman dan anaknya dalam perjalanan pulang ke rumah, Luqman al-Hakim menasihati anaknya tentang sikap orang-orang dan keusilan mereka tadi. Luqman berkata, “Sesungguhnya kita tidak bisa terlepas dari gunjingan orang lain.” Anaknya bertanya, “Bagaimana cara kita menanggapinya, Ayah?” Luqman meneruskan nasihatnya, “Orang yang berakal tidak akan mengambil pertimbangan melainkan hanya kepada Allah Swt. Barang siapa mendapat petunjuk kebenaran dari Allah, itulah yang menjadi pertimbangannya dalam mengambil keputusan.”

Kemudian Luqman Hakim berpesan kepada anaknya, katanya, “Wahai anakku, carilah rizki yang halal supaya kamu tidak menjadi fakir. Sesungguhnya orang fakir itu akan tertimpa tiga perkara, yaitu tipis keyakinannya (iman) tentang agamanya, lemah akalnya (mudah tertipu dan diperdayai orang) dan hilang kemuliaan hatinya (kepribadiannya). Lebih dari sekedar tiga perkara itu, orang-orang yang suka merendah-rendahkan dan menyepelekannya.”

No comments:

Post a Comment